GUNUNG HUTAN / GH ( MOUNTAINERRING )
Penyusun ; Windy Rumte
MATERI MOUNTAINERRING ( GUNUNG HUTAN / GH )
1. Pendahuluan
Pendakian
gunung, hiking, trekking, beckpacking, ataupun berbagai sebutan yang sering
kita dengar dari para penggiat olahraga alam bebas (Back packers) untuk menamai
kegiatan ini, sangatlah bermacam-macam, akan tetapi aktifitas ini, secara umum
di sebut mountainerring.
Mountainerring
ini sering dilekatkan aktivitas pendakian gunung dan terlepas dari kegiatan rock
climbing. Dalam pengertian mountenrring ini, aktifitas aktivitas pendakian
gunung ini di bagi menjadi 4 klasifikasi yaitu:
- Hill
walking/Backpaking(perjalananbiasa/perjalanan panjang)
- Trekking
(pendakian gunung)
- Rock
climbing (pemanjatan tebing batu)
- Snow
and ice climbing (pendakian gunung es)
Dari
ke-empat klasifikasi di atas, yang paling sering di lakukan adalah hill walking
atau backpacking, aktivitas ini sering dilakono oleh masyarakat dan umumnya
bersifat rekreasional. Istilah hill walking dikalangan penggiat alam bebas di
artikan sebagai pendakian gunung, begitupun dengan backpacking di kalangan alam
bebas. Namun seiring dengan perkembangan zaman, istilah hill walking semakin
asing di dengar, karena orang sering menyebut kegiatan pendakian gunung ini
dengan istilah trekking, hiking dengan berbagai istilah lainnya.
Mengingat luasnya arti dari pada istilah mountainerring, dsn beragam sekali interpretasi terhadap kegiatan ini, maka pembahasan pada bab ini akan di fokuskan pada trekking dan hill walking atau sebut saja pendakian gunung, manajemen pendakian, factor-faktor yang memepengaruhi berhasil atau tidaknya suatu pendakian, teknik pendakian yang baik, dan penyakit yang mungkin akan terjadi pada saat pendakian.
Dalam melakukan aktivitas pendakian gunung, adsa dua factor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu pendakian, factor itu adalah :
Ø
Internal
Kemungkinan
ini dating dari diri pendaki sendiri, hal ini di sebabkan karena pendaki
tersebut tidak mempersiapkan segala sesuatu yang di butuhkan pada saat
pendakian itu dengan baik, entah itu persiapan logistic, peralatan, berbagai
informasi tentang daerah yang di tuju maupun persiapan fisik dan mentalnya. Hal
ini akan mendatangkan bahaya bagi pendaki tersebut (subjective danger) yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi pendakian tersebut.
Ø
Eksternal
Kemungkinan
ini datang dari luar diri sipendaki (hikers/beckpalers) itu sendiri. bahaya
yang mengancam dari luar ini datang dari objek atau tempat melakukan pendaki
(objective danger) bahaya ini bias berupa badai hujan, udara yang dingin,
kabut, longsor (avalance), hutan lebat, daerah yang terjal, dan sebagainya.
Factor eksternal ini masih bias di perhitumgkan, meskipun tidak semudah seperti
memperhitungkan factor internal.
Kedua
factor di atas sangatlah penting untuk di ketahui, karena dalam setiap kegiatan
pendakian gunung para hikers atau mountaineer harus selalu mempersiapkan segala
sesuatu yang nantinya akan di butuhkan dalam kegiatan pendakian gunung
tersebut. Terkait persiapan-persiapan untuk melakukan perjalanan tersebut,
dalam bukunya “The Backpackers Handsbook” Chris Townsend menjelaskan secara
singkat persiapan-persiapan tersebut sebagai berikut:
· Latihan
yang Mengadakan persaipan awal berupa latihan yang teratur dengan tujuan untuk
mempersiapkan kebugaran fisik maupun mental.
·
Mempelajari
dan menguasai pengethuan dan ketrampilann tentang pendakian gunung.
·
Mencari
informasi sebanyak mungkintentang daera yang di tuju. Informasi itu dapat
berupa informasi tentang kondisi bentang alam, adat istiadat setempat, iklim,
suhu, jalur pendakian, dan sebagai karasterik sebagainya dari daera yang akan
di tuju.
·
Persiapan
perlengkapandan perlatan yang sesuai dengan daera yang di tuju
·
Persiapan
logistic sekaligus melakukan packing.
·
Mulai
melakukan pendakian sesuai dengan target yang di tentukan.
Selain
itu , dalam melakukan pendakian gunung kesiapan fisik dan mental sangatlah di
butuhkan, sebap dalam kegitan pendakian gunung ini kita melakukan perjalanan
dengan membawa beban yang cukup serta melawati berbagai medan alam yang sangat
menantang. Ketahanan aerobik di butuhkan karena pendakian gunung adalah suatu
aktifitas yang memerlukan banyak energi, selain itu ketahanan mental yang
sangat mempengaruhi kondisi fisik kita dalam melakukan pendakian para pendaki
harus memiliki mental yang siap dan tahan banting terhadap segala kemungkinan
yang terjadi serta menghindari terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi
serta menghindari stress medan.
Ketahanan
fisik dan mental harus selalu di latih agar dalam melakukan pendakian gunung
kita dapat mencapai target yang di tentukan. Terkait dengan program latihan
untuk memantapkan kebugaran tubu dalam melakukan pendakian gunung ini, dalam
sebua literature karya steve llg “The Autdor Athlete” yang memuat program-program untuk
montainnerring dan bacpacking tingkat lanjut, maupun program-program hiking dan
backpacking yang bersifat rek reasional, dalam bukunya itu Steve llg menawarkan
suatu program latihan yang sederhana dan sesuai dengan aktifitas pendakian
gunung yaitu “berrrjalan” secara rutin menempu jarak tertentu melewati
perbukitan dan medan alam lainnya. Program ini di mulai dari yang ringan sampai
seterusnya.
Selain
itu dalam sebuah buku berjudul “Journey Thrugh Britain” , John Hilabi
mengatakan bahwa untuk melakukan perjalanan selam 1.770 Km, melintasi ingris
yang akan di lakukannya , ia berlatih dengan cara berjalan membawa beban
secukupnya dari pinggiran kota menuju tengah kota setiap harinya dan berjalan
lebih jauh lagi pada setiap akhir pecan selam tiga bulan berturut-turut
akhirnya dia sukses melakukan ekspedisinya melintasi ingris tanpa kendala fisik
yang di khawatirkan.
Pada
intinya untyuk melakukan pendakian gunung kita membutuhkan latihan yang sesuai
dengan aktivitas, dan ini harus di lakukan dengan rutin, selain itu pengetahuan
tentang pendakian gunung bahkan seni berjalan yang baikpun harus kita kuasi.
Meskipun untuk menggerakan dan menempatkan satu kaki didepan kaki yang lainnya tampak tidak membutuhkan suatu intruksiatau komentar apapun, tetapi pada kenyataannya terdapat cara berjalan baik dan buruk, juga ada pejalankaki yang baik dan buruk. Pejalan kaki yang buruk akan merasa lelah setelah berjalan beberapa jam saja.
Dalam melaksanakan aktifitas pendakian gunung, penguasaan teknik berjalan dengan baik mutlak diperlukan. Berjalan digunung tentunya tidak sama dengan berjalan ditrotoar atau dilantai sebuah gedung, digunung anda harus berjalan dengan beban (kerel) dipunggung, melintasi lembah, mendaki tebing, menurun ceruk-ceruk yang dalam atau meniti punggungan bukit yang tipis. Dengan medan yang menantang seperti itu di tambah dengan beban yang harus di bawah maka teknik dan keseimbangan berjalan di gunung adalah mutlak.
Cara
untuk dapat berjalan tanpa beban atau merasa lelah adalah dengan jalan perlahan
dengan kecepatan yang konstan, sehingga terbentuk irama yang membuat anda
berjalan dengan mengalir, dan suatu ketukan atau tempo yang dapat anda
pertahankan selama berjam-jam. Tanpa irama yang nyaman, tiap langkah akan
terasa melelahkan, sehingga melintasi jalan yang berbatu-batu, hutan dan
jalan-jalan lainnya akan terasa sangat melelahkan. Pendaki atau hikers yang
tidak berpengalaman umumnya mengawali perjalanan dengan irama yang terlalu
cepat, meninggalkan pendaki lainnya tang berpengalaman, jauh di belakang.
Seperti pada cerita fabel kura-kura dan kelinci, pejalan kaki yang berjalan
perlahan tersebut umumnya akan menyusul perjalan kaki yang keletihan karena
berjalan terlalu cepat pada tahap awal, jauh sebelum perjalanan hari itu
berakhir.
Kemampuan
untuk mempertahankan ketukan atau irama selama berjam-jam harus di kembangkan
dan di latih. Bila anda memerlukan istirahat, berhentilah sejenak, jika tidak
dilakukan, maka anda akan merasa kelelahan, khusus untuk medan pegunungan, apabila
anda beristrahat duduklah dengan kaki yang melonjor lurus dan sedikit tinggi
dari badan untuk menormalkan kembali sirkulasi darah, akan terpusat pada bagian
bawah tubuh khususnya kaki. Usahakan semaksimal mungkin agar tidak beristirahat
di tempat yang berangin, karena udara dimgin dapat mengerutkan otot-otot kita
sewaktu beristirahat kemampuan berjalan secara ekonomis dan menggunakan energy
yang sedikit, hanya dapat di peroleh dari pengalaman. Bila irama tersebut tidak
dapat keluar dengan sendirinya, cobalah untuk menciptakan dan membayangkan
irama sendiri dalam kepala anda. Mustahil untuk dapat berjalan lebih dari irama
yang normal untuk waktu yang lama, tetpi berjalan dengan tempo terlalu lambat
juga akan melelahkan, karena sangat sulit untuk menentukan satu irama yang
tepat.
Kadang-kadang
beberapa aspek berjalan muncul secara keseluruhan dan kita dapat berjalan
secara mengalir dalam sejam atau pun sepanjang hari, tanpa membutuhkan energy
yang besar. Saat hal ini terjadi jarak tampak tidak berarti lagi, dan kita
merasa berjalan selama-lamanya. Kita tidak dapat memaksakan keadaan tersebut
untuk timbul dan kita pun tidak tahu dari mana datangnya keadaan tersebut. Akan
tetapi lebih sering kita berjalan sering pula keadaan itu akan muncul, karena
itu sudah merupakan kebiasaan dan tentunya menambah keahlian kita dalam
melakukan pendakian gunung.
Yang
perlu di perhatikan dalam melakukan istirahat adalah waktu, jangan terlalu lama
beristirahat karena itu akan mengakibatkan kendurnya otot-otot kaki yang sudah
panas dan kencang, tentunya membutuhkan pemanasana kembali untuk melakukan
perjalanan kembali. Apabila dirasakan bahwa anda akan melakukan istirahat lebih lama dari pada biasanya, itu merupakan
bukti bahwa anda berjalan terlalu cepat. Dan kalau anda kemudian membutuhkan
istirahat setiap setengah jam atau kurang, maka hal itu akan merupakan pertanda
anda terlalu capek dan lemah.
Mendaki
di lereng gunung dengan tanah yabg berpasir lebih sukar dari pada ditanah
keras. Setiap kali menjejak, tanah berpasir itu melorot kebawah. Anda
kadang-kadang perlu menyepakan kaki kedalam tanah berpasir agar tidak melorot
lagi. Orang kedua dan seterusnya dalam mengikuti bebas jejak orang pertamanya
supaya tidak mudah lelah, karena tanah berpasir bekas jejak menjadi lebih kompak
dan keras. Jangan memotong lintasan yang sudah ada. Jalan setapak yang ada di
gunung memang berkelok-kelok, tetapi lintasan itu biasanya mengikuti konten
alam, sehingga tidak menjadi curam. Medan berhutang lebih sering kali
menghilangkan lintasan-lintasan yang sudah ada. Kalau terpaksa membuka jalan,
mulailah dengan hati-hati sekali.
Perhatian
khusus harus diperhatikan pada waktu turun gunung, karena pada saat itu anda
sudah sangat lelah setelah berjalan mendaki. turun dengan beban yang berat di
ransel, merupakan suatu masalah tersendiri. Seluruh berat badan mendorong anda
kebawah, sehingga kaki yang menyangga tubuh dapat beban tambahan. Otot kaki
bekerja lebih berat, karenanya kemungkinan tergelincir, tergulir dan terkilir
akan lebih besar. Maka panjang lereng gunung dituruni, makin cepat dan terseret
kebawah.segerah mengambil tindakan untuk menghentikannya yaitu dengan
mendaratkan kaki di batu yang menonjol atau menancapkan tumit kaki ke tanah
yang gembur atau berpasir. Turun di lereng berpasir akan lebih menyenangkan
bila anda melakukan gerakan merosot yang terlalu jauh, jejakanlah tumit sepatu
sedalam-dalamnya ketanah berpasir itu pada saat yang di perlukan.
Gunung-gunung
yang sering didaki mempunyai jalan setapak yang jelas kelihatan. Apabila anda
melihat jalan setapak, segera memutuskan untuk mengikuti jalan setapak yang
paling jelas kelihatan. Jalan setapak yang tak jelas disebabkan karena kurang
sering dilalui, biasanya merupakan lintasan penebang kayu. Kalau akhirnya anda
terjebak dan kehilangan jalan setapak, pilihlah lintasan dengan prinsip tetap
berada di punggung-punggung gunung, bukan berjalan di ceruk-ceruk atau
mengikuti aliran sungai.
Aklimatisasi (penyesuaian diri dengan alam) adalah : waktu yang di butuhkan oleh makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan jumlah zat asam dalam darah yang lebih tinggi. Waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan dengan udara bagi tiap-tiap orang sangat berbeda. Orang yang sehat dan terlatih baik yang biasa hidup pada ketinggian pada tiap-tiap orang sangat berbeda. Orang yang sehat dan terlatih baik yang biasa hidup pada ketinggian kira-kira 500 m, memerlukan 2-3 hari sebelum dia merasa senang pada ketinggian Antara 2000-2500 m. untuk hidup pada ketinggian Antara 2500-3000 m, orang memerlukan waktu aklimatisasi Antara 3-5 hari. Barang siapa ingin melakukan pendakian pada ketinggian diatas 4000 m, sebelumnya dia harus berlatih melakukan pendakian selama 1 minggu pada ketinggian 2000 m dpl.
Ø
Klasifikasi Pendakian Gunung Berdasarkan Tingkat
Kesulitan Medan
·
Class
I
Pendakian dapat dilakukan dengan perjalanan tegak dan
tidak membutuhkan perlengkapan khusus pendakian.
·
Class
II
Pendakian yang dapat dilakukan melalui medan yang
bertambah sulit, sehingga di perlukan kaki dan tangan sebagai pembantu gerakan.
·
Class
III
Pendakian yang dapat dilakukan melalui medan yang semakin curam, sehingga membutuhkan keahlian tentang teknis pendakian tertentu bahkan kadang-kadang di butuhkan alat-alat pembantu seperti tali carmantel.
·
Class
IV
Adalah merupakan pendakian tebing, derajat kesulitan
bertambah, selain dibutuhkan keahlian tertentu juga dibutuhkan peralatan
sebagai pengaman (penggunaan anchor sebagai penahan beban).
·
Class
V
Pendakian dengan tingkat kesulitan yang lebih besar
dengan peralatan khusus pendakian yang masih berfungsi sebagai pengaman, tetapi
tingkat keamanannya harus lebih baik.
·
Class
V
Merupakan suatu pendakian yang dilakukan pada medan
seperti tebing, dimana pada medan atau tebing tersebut tidak lagi memberikan
pegangan,(tidak ada celah/rongga atau menghadapi bentuk tonjolan over hang),
pendakian sepenuhnya bergantung pada bantuan peralatan, selain kecepatan
menganalisis keadaan, dan kekuatan fisik yang cukup baik.
Ø
Klasifikasi Pendakian Berdasarkan Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Pendakian dan Waktu Tempuh
·
Grade
I
Bagian yang dapat menimbulkan kesukaran teknis, dapat
ditempuh dalam beberapa jam (maksimal 6 jam)
·
Grade
II
Bagian yang dapat menimbulkan kesukaran teknis, dapat
di tempuh dengan waktu berkisar setengah hari (lebih dari 6 jam)
·
Grade
III
Bagian yang dapat menimbulkan kesukaran teknis, dan
harus di tempuh dalam waktu sehari penuh. Kesulitan yang membutuhkan bantuan
untuk naik tidak termasuk di grade I dan II.
·
Grade
IV
Untuk melalui medan yang sulit membutuhkan waktu
sehari penuh dengan batasan medan tersulit di bawah class 5,7 (lihat
klasifikasi yosemith BAB VI)
·
Grade
V
Untuk melakukan bagian yang sulit membutuhkan waktu
1,5-2,5 hari dengan batasan medan tersulit dibawah class 5,8 (lihat klasifikasi
yosemith BAB VI)
·
Grade
VI
Biasanya membutuhkan waktu dua hari atau lebih dengan
banyak medan yang sulit, dan untuk melalui medan tersebut kita harus Free
Climbing (naik dengan peralatan yang digunakan sebagai pengaman saja), bahkan
kadang medan yang harus dilakukan dengan Artifisial Climbing.
4.3. Penyakit-penyakit di Gunung
Dalam melakukan pendakian gunung ada kemungkinan beberapa penyakit yang dapat terjadi di gunung. Penyakit guinung ini dapat menyerang seseorang karena dipengaruhi oleh beberapa faktor atau karakteristik daerah pegunungan seperti ketinggian, suhu udara yang dingin, panas yang berlebihan , dan kondisi medan yang sangat sulit. Penyakit-penyakit itu adalah sebagai berikut:
1.
Hipotermia
Di
Indonesia pada umumnya, kematian akibat kecelakaan digunung kebanyakan terjadi
karena eksprosur (kehilangan panas tubuh). Diantaranya yang terpenting adalah
hipotermia atau menurun bahkan hilangnya suhu panas tubuh. Masalahnya ternyata
karena bukan udara yang terlalu dingin tetapi karena sipenderita itu basah atau
terkena hujan. Pakaian yang basah mengurangi niali insulasi (kemampuan tubuh
untuk mempertahankan panas tubuh) sampai 90%. Daya tahan tubuh yang buruk dan
perlengkapan yang kurang mengakibatkan suhu tubuh terus menurun sehingga akhirnya
mengakibatkan kematian. Ada beberapa cara untuk menjaga suhu panas tubuh tetap
normal, sebagai berikut:
1. Melalui
pencernaan makanan.( makanan yang masuk dalam tubuh menghasilkan panas melalui
oksidasi).
2.
Panas
yang di peroleh dari luar badan itu sendiri. Yaitu dengan memasukan makanan dan
minuman panas, api, sinar matahari atau panas dari tubuh orang lain.
3.
Melalui
aktifitas otot. Yaitu dengan gerakan tubuh dan menggigil.
4. Reaksi
alamiyah lain dari tubuh. Yaitu melalui penyempitan pembulu darah kulit
sebaliknya, tubuh dapat pula kehilangan pans dengan beberapa cara:
a. Setiap
kali bernapas kita mengeluarkan udara panas dan ini berarti hilangnya panas
dari tubuh.
b. Penguapan
keringat dari kulit dan paru-paru merupakan penyumbang terbesar dari hilangnya
panas dari tubuh.
c.
Panas
tubuh dapat juga hilang karena kondisi, misalnya karena kehujanan karena atau
menyentuh benda dingin.
Orang yang terkena hiportemia menunjukan gejala yang sesuai dengan tingkat penurunan suhu tubuh. Gejala-gejala hiportemia tersebut adalah sebagai berikut:
Suhu badan (0C) |
Gejala-gejala |
37 |
Suhu normal |
36-35 |
Menggigil sampai bulu roma berdiri, tetapi masih
terkendali.koordinasi tubuh mulai terganggu |
35 |
Menggigil tidak terkendali. |
35-33 |
Pengambilan keputusan dan koordinasi tubuh kabur.
Langkah kaki sering tersandung berbicara kasar. |
33 |
Semakin menggigil. Denyut nadi dan tekanan darah
mulai menurun. |
32-29 |
Mengigil berhenti. Kebingungan meningkat mengacau.ingatan
hilang, gerakan tersentak-sentak, biji mata mulai membesa. |
29-28 |
Otot menjadi kaku, biji mata membesar, denyut nadi
melemah atau tidak teratur, tarikan nafas melemah, warna kulit kebiru-biruan,
tingkah laku kacau menuju kea rah tidak sadar. |
27 |
Pingsan, biji mata tidak lagi menjawab gerakan
cahaya, kehilangan gerakan spontan,tampak seperti telah meninggal. |
26 |
Koma gawat, suhu tubuh mulai menurun dengan cepat
sekali. |
20 |
Denyut jantung berhenti. |
2.
Penyakit
Gunung (mountain sickness)
Semakin tinggi suatu
daerah, semakin tipis kadar oksigenny, ini mempengaruhi aktivitas
seorang pendaki karena hipoksia, kapasitas kerja fisik akan menurun. Memang
tidak semua pendaki gunung akan mengalami hal yang sama, karena pengaruh
kekurangan oksigen, ini sangat tergantung pada masing-masing individual
terutama kesegaran jasmaninya.
Pendaki yang terkena hipoksia akan memperlihatkan
gejala-gejala yang disebut penyakit gunung (mountain sickness). Biasanya gejala
ini muncul karena si pendaki gunung terlalu cepat mencapai ketinggian. Kumpulan
gejala tersebut berupa pusing, nafas sesak, tidak nafsu makan, mual, muntah,
kedinginan, badan terasa lemas, perasaan malas sekali, jantung berdenyut lebih
cepat dan sakit kepala. Keseluruhan gejala ini umumnya akan berkurang apabila
ketinggian di kurangi sampai sekitar 500-600 meter dari tempat semula si
penderita berada.
3.
Edema
Paru (pulmonaria edema)
Kebocoran plasma darah kedalam jaringan paru-paru menyebabkan
kantong-kantong udara(alveoli) tidak efektif lagi untuk pertukaran oksigen
dengan karbondioksida, ini menyebabkan apa yang disebut edema paru-paru
(pulmonary edema). Gejala ini biasa muncul setelah kira-kira berada di ketinggian
3000 m, yaitu 12-36 jam sampai si penderita kekurangan oksigen. Gejala-gejala
tersebut adalah: nafas putus-putus (dada terasa terhimpit), mual, tidak nafsu
makan, batuk kering dahak berdarah dll. Kalau penanggulangan tidak segera
dilakukan, si penderita akan kehilangan kesadaran dan mungkin disertai dengan
gelembung busa putih atau merah jambu dimulut atau hidung. Ini berarti tahap
terakhir yang bsa menyebabkan kematian.
Untuk mencegah kemungkinan penyakit ini, pendaki gunung hendaknya berjalan dengan perlahan. Diatas ketinggian 3300, dianjurkan untuk beristirahat sedikitnya satu hari untuk aklimatisasi.
4.
Kepanasan
Rasa panas
yang berlebihan yang disebut lejar panas (heat exhaustion) dapat dialami oleh
sesorang karena keadaan alam yang panas atau karena fisik yang lemah. Terikat
matahari dapat membuat panas yang luar biasa buat seseorang, timbulah
gejala-gejala yang disebut sengatan panas (heat stroke) yaitu muka panas dan
merah, denyut urat nadi cepat, sakit kepala, lemah dan malas. Cara menanggulanginya
yaitu tempatkan si penderita ditempat yang sejuk, lalu diinginkanlah dengan
cara merendam kepalanya dengan air. Segera minum air dingin secara terus
menerus hingga suhu badan normal kembali.
5.
Radang
dingin (frostbite)
Seperti
telah dituliskan di muka, salah satu cara tubuh untuk mempertahankan panas
adalah dengan penyempitan pembuluh darah kulit. Mekanisme ini menyebabkan
aliran darah ke permukaan kulit berkurang, karena sebagian besar darah itu
mengalir ke organ inti tubuh. Karena tangan dan kaki merupakan organ tubuh yang
jauh dari jantung maka pengaruh udara dingin sangat terasa dibagian ini. Di
gunung es udara sangat dingin bias mempengaruhi otot sehingga menyulitkan
koordinasi tubuh. Kalau temperature kulit menurun dibawah 100C,
sentuhan dan rasa sakit dikaki dan tangan tidak terasa lagi. Begitu temperature
menurun lagi, penyakit radang dingin (frostbite) akan timbul, sebagai akibat
membekunya air di dalam sel-sel Antara kulit dengan pembuluh darah
kapiler.bagian yang terkena frostbite terasa dingin bahkan mati rasa. Kalau
tidak di hentikan, pembekuan akan terus meluas sehingga satu-satunya cara untuk
menghentikannya adalah memotong (amputasi) bagian yang terkena frostbite.
Perlengkapan anti dingin yang baik adalah cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya frostbite, misalnya dengan memakai kaos kaki wol, mitten, down jacket, double mountain boot dsb. Kalau terasa ada bagian badan yang dingin, segera ditutupi dengan perlengkapan tambahan.
- Buta Salju(
Snow Blind)
Semakin tinggi suatu daerah semakin besar pengaruh sinar ultra violet. Kalau pengaruh ini berlangsung terus-menerus terutama di padang es, permukaan mata akan terbakar dan jaringan kulit disekitarnya akan menyebabkan penyakit yang disebut dengan buta salju akan sendiri beberapa hari kemudian. Pokok penting sekarang adalah beristirahat, jangan mencoba mempergunakan mata untuk melihat, tutuplah mata dengan kain yang bersih, jangan sekali-kali menggosok-gosok mata itu karena bisa iritasi dan akan menyebabkan inveksi, tunggulah dengan sabra hingga keadaan mata maksimal kembali.
- Stress
Medan
Stress Medan adalah salah satu bentuk penyakit ringan di gunung yang tidak terlalu berpengaruh pada seorang pendaki. Stress medan ini terjadi karena pendaki tersebut tidak mempersiapkan mentalnya pada saat melakukan pendakian gunung, sesuai dengan kondisi medan yang di terima melalui informasi tantangan kondisi daerah setempat. Stress medan merupakan satu gejala dimana pendaki menjadi stress karena melihat kondisi medan pendaki yang sangat sulit, baik itu tanjakan yang sangat panjang, jurang yang sangat terjal, dan sebagainya dan sehingga membuat sipendaki tersebut menjadi stress yang pada akhirnya mempengaruhi staminanya adakalanya sipendaki tersebut tidak mau lagi melanjutkan perjalanan dan memutuskan untuk balik atau tetap ditempat. Akan tetapi stress medan ini bias diatasi dengan berbagai cara, misalnya pada saat berjalan dimedan yang bertanjakan panjang usahakan jangan melihat ke atas karena akan membuat kita menjadi malas, atau usahakan melewati medan yang menanjak pada waktu malam dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar