GUNUNG HUTAN / GH ( MOUNTAINERRING )


Penyusun ; Windy Rumte


                            MATERI MOUNTAINERRING ( GUNUNG HUTAN / GH )

1. Pendahuluan

Pendakian gunung, hiking, trekking, beckpacking, ataupun berbagai sebutan yang sering kita dengar dari para penggiat olahraga alam bebas (Back packers) untuk menamai kegiatan ini, sangatlah bermacam-macam, akan tetapi aktifitas ini, secara umum di sebut mountainerring.

Mountainerring ini sering dilekatkan aktivitas pendakian gunung dan terlepas dari kegiatan rock climbing. Dalam pengertian mountenrring ini, aktifitas aktivitas pendakian gunung ini di bagi menjadi 4 klasifikasi yaitu:

  1.       Hill walking/Backpaking(perjalananbiasa/perjalanan panjang)
  2.       Trekking (pendakian gunung)
  3.      Rock climbing (pemanjatan tebing batu)
  4.      Snow and ice climbing (pendakian gunung es)

Dari ke-empat klasifikasi di atas, yang paling sering di lakukan adalah hill walking atau backpacking, aktivitas ini sering dilakono oleh masyarakat dan umumnya bersifat rekreasional. Istilah hill walking dikalangan penggiat alam bebas di artikan sebagai pendakian gunung, begitupun dengan backpacking di kalangan alam bebas. Namun seiring dengan perkembangan zaman, istilah hill walking semakin asing di dengar, karena orang sering menyebut kegiatan pendakian gunung ini dengan istilah trekking, hiking dengan berbagai istilah lainnya.

Mengingat luasnya arti dari pada istilah mountainerring, dsn beragam sekali interpretasi terhadap kegiatan ini, maka pembahasan pada bab ini akan di fokuskan pada trekking dan hill walking atau sebut saja pendakian gunung, manajemen pendakian, factor-faktor yang memepengaruhi berhasil atau tidaknya suatu pendakian, teknik pendakian yang baik, dan penyakit yang mungkin akan terjadi pada saat pendakian.

Diklat Angkatan Pertama Tahun 2020

Dalam melakukan aktivitas pendakian gunung, adsa dua factor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu pendakian, factor itu adalah :

Ø  Internal

Kemungkinan ini dating dari diri pendaki sendiri, hal ini di sebabkan karena pendaki tersebut tidak mempersiapkan segala sesuatu yang di butuhkan pada saat pendakian itu dengan baik, entah itu persiapan logistic, peralatan, berbagai informasi tentang daerah yang di tuju maupun persiapan fisik dan mentalnya. Hal ini akan mendatangkan bahaya bagi pendaki tersebut (subjective danger) yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pendakian tersebut.

Ø  Eksternal

Kemungkinan ini datang dari luar diri sipendaki (hikers/beckpalers) itu sendiri. bahaya yang mengancam dari luar ini datang dari objek atau tempat melakukan pendaki (objective danger) bahaya ini bias berupa badai hujan, udara yang dingin, kabut, longsor (avalance), hutan lebat, daerah yang terjal, dan sebagainya. Factor eksternal ini masih bias di perhitumgkan, meskipun tidak semudah seperti memperhitungkan factor internal.

Kedua factor di atas sangatlah penting untuk di ketahui, karena dalam setiap kegiatan pendakian gunung para hikers atau mountaineer harus selalu mempersiapkan segala sesuatu yang nantinya akan di butuhkan dalam kegiatan pendakian gunung tersebut. Terkait persiapan-persiapan untuk melakukan perjalanan tersebut, dalam bukunya “The Backpackers Handsbook” Chris Townsend menjelaskan secara singkat persiapan-persiapan tersebut sebagai berikut:

·       Latihan yang Mengadakan persaipan awal berupa latihan yang teratur dengan tujuan untuk mempersiapkan kebugaran fisik maupun mental.

·         Mempelajari dan menguasai pengethuan dan ketrampilann tentang pendakian gunung.

·         Mencari informasi sebanyak mungkintentang daera yang di tuju. Informasi itu dapat berupa informasi tentang kondisi bentang alam, adat istiadat setempat, iklim, suhu, jalur pendakian, dan sebagai karasterik sebagainya dari daera yang akan di tuju.

·         Persiapan perlengkapandan perlatan yang sesuai dengan daera yang di tuju

·         Persiapan logistic sekaligus melakukan packing.

·         Mulai melakukan pendakian sesuai dengan target yang di tentukan.

Selain itu , dalam melakukan pendakian gunung kesiapan fisik dan mental sangatlah di butuhkan, sebap dalam kegitan pendakian gunung ini kita melakukan perjalanan dengan membawa beban yang cukup serta melawati berbagai medan alam yang sangat menantang. Ketahanan aerobik di butuhkan karena pendakian gunung adalah suatu aktifitas yang memerlukan banyak energi, selain itu ketahanan mental yang sangat mempengaruhi kondisi fisik kita dalam melakukan pendakian para pendaki harus memiliki mental yang siap dan tahan banting terhadap segala kemungkinan yang terjadi serta menghindari terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi serta menghindari stress medan.

Ketahanan fisik dan mental harus selalu di latih agar dalam melakukan pendakian gunung kita dapat mencapai target yang di tentukan. Terkait dengan program latihan untuk memantapkan kebugaran tubu dalam melakukan pendakian gunung ini, dalam sebua literature karya steve llg “The Autdor Athlete”  yang memuat program-program untuk montainnerring dan bacpacking tingkat lanjut, maupun program-program hiking dan backpacking yang bersifat rek reasional, dalam bukunya itu Steve llg menawarkan suatu program latihan yang sederhana dan sesuai dengan aktifitas pendakian gunung yaitu “berrrjalan” secara rutin menempu jarak tertentu melewati perbukitan dan medan alam lainnya. Program ini di mulai dari yang ringan sampai seterusnya.

Selain itu dalam sebuah buku berjudul “Journey Thrugh Britain” , John Hilabi mengatakan bahwa untuk melakukan perjalanan selam 1.770 Km, melintasi ingris yang akan di lakukannya , ia berlatih dengan cara berjalan membawa beban secukupnya dari pinggiran kota menuju tengah kota setiap harinya dan berjalan lebih jauh lagi pada setiap akhir pecan selam tiga bulan berturut-turut akhirnya dia sukses melakukan ekspedisinya melintasi ingris tanpa kendala fisik yang di khawatirkan.

Pada intinya untyuk melakukan pendakian gunung kita membutuhkan latihan yang sesuai dengan aktivitas, dan ini harus di lakukan dengan rutin, selain itu pengetahuan tentang pendakian gunung bahkan seni berjalan yang baikpun harus kita kuasi.

 1.2   S e n i  B e r  j a l a n

Meskipun untuk menggerakan dan menempatkan satu kaki didepan kaki yang lainnya tampak tidak membutuhkan suatu intruksiatau komentar apapun, tetapi pada kenyataannya terdapat cara berjalan baik dan buruk, juga ada pejalankaki yang baik dan buruk. Pejalan kaki yang buruk akan merasa lelah setelah berjalan beberapa jam saja.

Dalam melaksanakan aktifitas pendakian gunung, penguasaan teknik berjalan dengan baik mutlak diperlukan. Berjalan digunung tentunya tidak sama dengan berjalan ditrotoar atau dilantai sebuah gedung, digunung anda harus berjalan dengan beban (kerel) dipunggung, melintasi lembah, mendaki tebing, menurun ceruk-ceruk yang dalam atau meniti punggungan bukit yang tipis. Dengan medan yang menantang seperti itu di tambah dengan beban yang harus di bawah maka teknik dan keseimbangan berjalan di gunung adalah mutlak.

Cara untuk dapat berjalan tanpa beban atau merasa lelah adalah dengan jalan perlahan dengan kecepatan yang konstan, sehingga terbentuk irama yang membuat anda berjalan dengan mengalir, dan suatu ketukan atau tempo yang dapat anda pertahankan selama berjam-jam. Tanpa irama yang nyaman, tiap langkah akan terasa melelahkan, sehingga melintasi jalan yang berbatu-batu, hutan dan jalan-jalan lainnya akan terasa sangat melelahkan. Pendaki atau hikers yang tidak berpengalaman umumnya mengawali perjalanan dengan irama yang terlalu cepat, meninggalkan pendaki lainnya tang berpengalaman, jauh di belakang. Seperti pada cerita fabel kura-kura dan kelinci, pejalan kaki yang berjalan perlahan tersebut umumnya akan menyusul perjalan kaki yang keletihan karena berjalan terlalu cepat pada tahap awal, jauh sebelum perjalanan hari itu berakhir.

Kemampuan untuk mempertahankan ketukan atau irama selama berjam-jam harus di kembangkan dan di latih. Bila anda memerlukan istirahat, berhentilah sejenak, jika tidak dilakukan, maka anda akan merasa kelelahan, khusus untuk medan pegunungan, apabila anda beristrahat duduklah dengan kaki yang melonjor lurus dan sedikit tinggi dari badan untuk menormalkan kembali sirkulasi darah, akan terpusat pada bagian bawah tubuh khususnya kaki. Usahakan semaksimal mungkin agar tidak beristirahat di tempat yang berangin, karena udara dimgin dapat mengerutkan otot-otot kita sewaktu beristirahat kemampuan berjalan secara ekonomis dan menggunakan energy yang sedikit, hanya dapat di peroleh dari pengalaman. Bila irama tersebut tidak dapat keluar dengan sendirinya, cobalah untuk menciptakan dan membayangkan irama sendiri dalam kepala anda. Mustahil untuk dapat berjalan lebih dari irama yang normal untuk waktu yang lama, tetpi berjalan dengan tempo terlalu lambat juga akan melelahkan, karena sangat sulit untuk menentukan satu irama yang tepat.

Kadang-kadang beberapa aspek berjalan muncul secara keseluruhan dan kita dapat berjalan secara mengalir dalam sejam atau pun sepanjang hari, tanpa membutuhkan energy yang besar. Saat hal ini terjadi jarak tampak tidak berarti lagi, dan kita merasa berjalan selama-lamanya. Kita tidak dapat memaksakan keadaan tersebut untuk timbul dan kita pun tidak tahu dari mana datangnya keadaan tersebut. Akan tetapi lebih sering kita berjalan sering pula keadaan itu akan muncul, karena itu sudah merupakan kebiasaan dan tentunya menambah keahlian kita dalam melakukan pendakian gunung.

Yang perlu di perhatikan dalam melakukan istirahat adalah waktu, jangan terlalu lama beristirahat karena itu akan mengakibatkan kendurnya otot-otot kaki yang sudah panas dan kencang, tentunya membutuhkan pemanasana kembali untuk melakukan perjalanan kembali. Apabila dirasakan bahwa anda akan melakukan istirahat  lebih lama dari pada biasanya, itu merupakan bukti bahwa anda berjalan terlalu cepat. Dan kalau anda kemudian membutuhkan istirahat setiap setengah jam atau kurang, maka hal itu akan merupakan pertanda anda terlalu capek dan lemah.

Mendaki di lereng gunung dengan tanah yabg berpasir lebih sukar dari pada ditanah keras. Setiap kali menjejak, tanah berpasir itu melorot kebawah. Anda kadang-kadang perlu menyepakan kaki kedalam tanah berpasir agar tidak melorot lagi. Orang kedua dan seterusnya dalam mengikuti bebas jejak orang pertamanya supaya tidak mudah lelah, karena tanah berpasir bekas jejak menjadi lebih kompak dan keras. Jangan memotong lintasan yang sudah ada. Jalan setapak yang ada di gunung memang berkelok-kelok, tetapi lintasan itu biasanya mengikuti konten alam, sehingga tidak menjadi curam. Medan berhutang lebih sering kali menghilangkan lintasan-lintasan yang sudah ada. Kalau terpaksa membuka jalan, mulailah dengan hati-hati sekali.

Perhatian khusus harus diperhatikan pada waktu turun gunung, karena pada saat itu anda sudah sangat lelah setelah berjalan mendaki. turun dengan beban yang berat di ransel, merupakan suatu masalah tersendiri. Seluruh berat badan mendorong anda kebawah, sehingga kaki yang menyangga tubuh dapat beban tambahan. Otot kaki bekerja lebih berat, karenanya kemungkinan tergelincir, tergulir dan terkilir akan lebih besar. Maka panjang lereng gunung dituruni, makin cepat dan terseret kebawah.segerah mengambil tindakan untuk menghentikannya yaitu dengan mendaratkan kaki di batu yang menonjol atau menancapkan tumit kaki ke tanah yang gembur atau berpasir. Turun di lereng berpasir akan lebih menyenangkan bila anda melakukan gerakan merosot yang terlalu jauh, jejakanlah tumit sepatu sedalam-dalamnya ketanah berpasir itu pada saat yang di perlukan.

Gunung-gunung yang sering didaki mempunyai jalan setapak yang jelas kelihatan. Apabila anda melihat jalan setapak, segera memutuskan untuk mengikuti jalan setapak yang paling jelas kelihatan. Jalan setapak yang tak jelas disebabkan karena kurang sering dilalui, biasanya merupakan lintasan penebang kayu. Kalau akhirnya anda terjebak dan kehilangan jalan setapak, pilihlah lintasan dengan prinsip tetap berada di punggung-punggung gunung, bukan berjalan di ceruk-ceruk atau mengikuti aliran sungai.

Aklimatisasi (penyesuaian diri dengan alam) adalah : waktu yang di butuhkan oleh makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan jumlah zat asam dalam darah yang lebih tinggi. Waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan dengan udara bagi tiap-tiap orang sangat berbeda. Orang yang sehat dan terlatih baik yang biasa hidup pada ketinggian pada tiap-tiap orang sangat berbeda. Orang yang sehat dan terlatih baik yang biasa hidup pada ketinggian kira-kira 500 m, memerlukan 2-3 hari sebelum dia merasa senang pada ketinggian Antara 2000-2500 m. untuk hidup pada ketinggian Antara 2500-3000 m, orang memerlukan waktu aklimatisasi Antara 3-5 hari. Barang siapa ingin melakukan pendakian pada ketinggian diatas 4000 m, sebelumnya dia harus berlatih melakukan pendakian selama 1 minggu pada ketinggian 2000 m dpl.

Ø  Klasifikasi Pendakian Gunung Berdasarkan Tingkat Kesulitan Medan

·         Class I

Pendakian dapat dilakukan dengan perjalanan tegak dan tidak membutuhkan perlengkapan khusus pendakian.

·         Class II

Pendakian yang dapat dilakukan melalui medan yang bertambah sulit, sehingga di perlukan kaki dan tangan  sebagai pembantu gerakan.

·         Class III

Pendakian yang dapat dilakukan melalui medan yang semakin curam, sehingga membutuhkan keahlian tentang teknis pendakian tertentu bahkan kadang-kadang di butuhkan alat-alat pembantu seperti tali carmantel.

·         Class IV

Adalah merupakan pendakian tebing, derajat kesulitan bertambah, selain dibutuhkan keahlian tertentu juga dibutuhkan peralatan sebagai pengaman (penggunaan anchor sebagai penahan beban).

·         Class V

Pendakian dengan tingkat kesulitan yang lebih besar dengan peralatan khusus pendakian yang masih berfungsi sebagai pengaman, tetapi tingkat keamanannya harus lebih baik.

·         Class V

Merupakan suatu pendakian yang dilakukan pada medan seperti tebing, dimana pada medan atau tebing tersebut tidak lagi memberikan pegangan,(tidak ada celah/rongga atau menghadapi bentuk tonjolan over hang), pendakian sepenuhnya bergantung pada bantuan peralatan, selain kecepatan menganalisis keadaan, dan kekuatan fisik yang cukup baik.

Ø  Klasifikasi Pendakian Berdasarkan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendakian dan Waktu Tempuh

·         Grade I

Bagian yang dapat menimbulkan kesukaran teknis, dapat ditempuh dalam beberapa jam (maksimal 6 jam)

·         Grade II

Bagian yang dapat menimbulkan kesukaran teknis, dapat di tempuh dengan waktu berkisar setengah hari (lebih dari 6 jam)

·         Grade III

Bagian yang dapat menimbulkan kesukaran teknis, dan harus di tempuh dalam waktu sehari penuh. Kesulitan yang membutuhkan bantuan untuk naik tidak termasuk di grade I dan II.

·         Grade IV

Untuk melalui medan yang sulit membutuhkan waktu sehari penuh dengan batasan medan tersulit di bawah class 5,7 (lihat klasifikasi yosemith BAB VI)

·         Grade V

Untuk melakukan bagian yang sulit membutuhkan waktu 1,5-2,5 hari dengan batasan medan tersulit dibawah class 5,8 (lihat klasifikasi yosemith BAB VI)

·         Grade VI

Biasanya membutuhkan waktu dua hari atau lebih dengan banyak medan yang sulit, dan untuk melalui medan tersebut kita harus Free Climbing (naik dengan peralatan yang digunakan sebagai pengaman saja), bahkan kadang medan yang harus dilakukan dengan Artifisial Climbing.

4.3. Penyakit-penyakit di Gunung

Dalam melakukan pendakian gunung ada kemungkinan beberapa penyakit yang dapat terjadi di gunung. Penyakit guinung ini dapat menyerang seseorang karena dipengaruhi oleh beberapa faktor atau karakteristik daerah pegunungan seperti ketinggian, suhu udara yang dingin, panas yang berlebihan , dan kondisi medan yang sangat sulit. Penyakit-penyakit itu adalah sebagai berikut:

1.      Hipotermia

Di Indonesia pada umumnya, kematian akibat kecelakaan digunung kebanyakan terjadi karena eksprosur (kehilangan panas tubuh). Diantaranya yang terpenting adalah hipotermia atau menurun bahkan hilangnya suhu panas tubuh. Masalahnya ternyata karena bukan udara yang terlalu dingin tetapi karena sipenderita itu basah atau terkena hujan. Pakaian yang basah mengurangi niali insulasi (kemampuan tubuh untuk mempertahankan panas tubuh) sampai 90%. Daya tahan tubuh yang buruk dan perlengkapan yang kurang mengakibatkan suhu tubuh terus menurun sehingga akhirnya mengakibatkan kematian. Ada beberapa cara untuk menjaga suhu panas tubuh tetap normal, sebagai berikut:

1.  Melalui pencernaan makanan.( makanan yang masuk dalam tubuh menghasilkan panas melalui oksidasi).

2.      Panas yang di peroleh dari luar badan itu sendiri. Yaitu dengan memasukan makanan dan minuman panas, api, sinar matahari atau panas dari tubuh orang lain.

3.      Melalui aktifitas otot. Yaitu dengan gerakan tubuh dan menggigil.

4.   Reaksi alamiyah lain dari tubuh. Yaitu melalui penyempitan pembulu darah kulit sebaliknya, tubuh dapat pula kehilangan pans dengan beberapa cara:

a.   Setiap kali bernapas kita mengeluarkan udara panas dan ini berarti hilangnya panas dari tubuh.

b.    Penguapan keringat dari kulit dan paru-paru merupakan penyumbang terbesar dari hilangnya panas dari tubuh.

c.       Panas tubuh dapat juga hilang karena kondisi, misalnya karena kehujanan karena atau menyentuh benda dingin.

Orang yang terkena hiportemia menunjukan gejala yang sesuai dengan tingkat penurunan suhu tubuh. Gejala-gejala hiportemia tersebut adalah sebagai berikut:

Suhu badan (0C)

Gejala-gejala

37

Suhu normal

36-35

Menggigil sampai bulu roma berdiri, tetapi masih terkendali.koordinasi tubuh mulai terganggu

35

Menggigil tidak terkendali.

35-33

Pengambilan keputusan dan koordinasi tubuh kabur. Langkah kaki sering tersandung berbicara kasar.

33

Semakin menggigil. Denyut nadi dan tekanan darah mulai menurun.

32-29

Mengigil berhenti. Kebingungan meningkat mengacau.ingatan hilang, gerakan tersentak-sentak, biji mata mulai membesa.

29-28

Otot menjadi kaku, biji mata membesar, denyut nadi melemah atau tidak teratur, tarikan nafas melemah, warna kulit kebiru-biruan, tingkah laku kacau menuju kea rah tidak sadar.

27

Pingsan, biji mata tidak lagi menjawab gerakan cahaya, kehilangan gerakan spontan,tampak seperti telah meninggal.

26

Koma gawat, suhu tubuh mulai menurun dengan cepat sekali.

20

Denyut jantung berhenti.


2.      Penyakit Gunung (mountain sickness)

Semakin tinggi suatu  daerah, semakin tipis kadar oksigenny, ini mempengaruhi aktivitas seorang pendaki karena hipoksia, kapasitas kerja fisik akan menurun. Memang tidak semua pendaki gunung akan mengalami hal yang sama, karena pengaruh kekurangan oksigen, ini sangat tergantung pada masing-masing individual terutama kesegaran jasmaninya.

Pendaki yang terkena hipoksia akan memperlihatkan gejala-gejala yang disebut penyakit gunung (mountain sickness). Biasanya gejala ini muncul karena si pendaki gunung terlalu cepat mencapai ketinggian. Kumpulan gejala tersebut berupa pusing, nafas sesak, tidak nafsu makan, mual, muntah, kedinginan, badan terasa lemas, perasaan malas sekali, jantung berdenyut lebih cepat dan sakit kepala. Keseluruhan gejala ini umumnya akan berkurang apabila ketinggian di kurangi sampai sekitar 500-600 meter dari tempat semula si penderita berada.

3.      Edema Paru (pulmonaria edema) 

Kebocoran plasma darah kedalam jaringan paru-paru menyebabkan kantong-kantong udara(alveoli) tidak efektif lagi untuk pertukaran oksigen dengan karbondioksida, ini menyebabkan apa yang disebut edema paru-paru (pulmonary edema). Gejala ini biasa muncul setelah kira-kira berada di ketinggian 3000 m, yaitu 12-36 jam sampai si penderita kekurangan oksigen. Gejala-gejala tersebut adalah: nafas putus-putus (dada terasa terhimpit), mual, tidak nafsu makan, batuk kering dahak berdarah dll. Kalau penanggulangan tidak segera dilakukan, si penderita akan kehilangan kesadaran dan mungkin disertai dengan gelembung busa putih atau merah jambu dimulut atau hidung. Ini berarti tahap terakhir yang bsa menyebabkan kematian.

Untuk mencegah kemungkinan penyakit ini, pendaki gunung hendaknya berjalan dengan perlahan. Diatas ketinggian 3300, dianjurkan untuk beristirahat sedikitnya satu hari untuk aklimatisasi.

4.      Kepanasan   

Rasa panas yang berlebihan yang disebut lejar panas (heat exhaustion) dapat dialami oleh sesorang karena keadaan alam yang panas atau karena fisik yang lemah. Terikat matahari dapat membuat panas yang luar biasa buat seseorang, timbulah gejala-gejala yang disebut sengatan panas (heat stroke) yaitu muka panas dan merah, denyut urat nadi cepat, sakit kepala, lemah dan malas. Cara menanggulanginya yaitu tempatkan si penderita ditempat yang sejuk, lalu diinginkanlah dengan cara merendam kepalanya dengan air. Segera minum air dingin secara terus menerus hingga suhu badan normal kembali.

5.      Radang dingin (frostbite)

Seperti telah dituliskan di muka, salah satu cara tubuh untuk mempertahankan panas adalah dengan penyempitan pembuluh darah kulit. Mekanisme ini menyebabkan aliran darah ke permukaan kulit berkurang, karena sebagian besar darah itu mengalir ke organ inti tubuh. Karena tangan dan kaki merupakan organ tubuh yang jauh dari jantung maka pengaruh udara dingin sangat terasa dibagian ini. Di gunung es udara sangat dingin bias mempengaruhi otot sehingga menyulitkan koordinasi tubuh. Kalau temperature kulit menurun dibawah 100C, sentuhan dan rasa sakit dikaki dan tangan tidak terasa lagi. Begitu temperature menurun lagi, penyakit radang dingin (frostbite) akan timbul, sebagai akibat membekunya air di dalam sel-sel Antara kulit dengan pembuluh darah kapiler.bagian yang terkena frostbite terasa dingin bahkan mati rasa. Kalau tidak di hentikan, pembekuan akan terus meluas sehingga satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah memotong (amputasi) bagian yang terkena frostbite.

Perlengkapan anti dingin yang baik adalah cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya frostbite, misalnya dengan memakai kaos kaki wol, mitten, down jacket, double mountain boot dsb. Kalau terasa ada bagian badan yang dingin, segera ditutupi dengan perlengkapan tambahan.

  1. Buta Salju( Snow Blind)

Semakin tinggi suatu daerah semakin besar pengaruh sinar ultra violet. Kalau pengaruh ini berlangsung terus-menerus terutama di padang es, permukaan mata akan terbakar dan jaringan kulit disekitarnya akan menyebabkan penyakit yang disebut dengan buta salju akan sendiri beberapa hari kemudian. Pokok penting sekarang adalah beristirahat, jangan mencoba mempergunakan mata untuk melihat, tutuplah mata dengan kain yang bersih, jangan sekali-kali menggosok-gosok mata itu karena bisa iritasi dan akan menyebabkan inveksi, tunggulah dengan sabra hingga keadaan mata maksimal kembali.

  1. Stress Medan 

Stress Medan adalah salah satu bentuk penyakit ringan di gunung yang tidak terlalu berpengaruh pada seorang pendaki. Stress medan ini terjadi karena pendaki tersebut tidak mempersiapkan mentalnya pada saat melakukan pendakian gunung, sesuai dengan kondisi medan yang di terima melalui informasi tantangan kondisi daerah setempat. Stress medan merupakan satu gejala dimana pendaki menjadi stress karena melihat kondisi medan pendaki yang sangat sulit, baik itu tanjakan yang sangat panjang, jurang yang sangat terjal, dan sebagainya dan sehingga membuat sipendaki tersebut menjadi stress yang pada akhirnya mempengaruhi staminanya adakalanya sipendaki tersebut tidak mau lagi melanjutkan perjalanan dan memutuskan untuk balik atau tetap ditempat. Akan tetapi stress medan ini bias diatasi dengan berbagai cara, misalnya pada saat berjalan dimedan yang bertanjakan panjang usahakan jangan melihat ke atas karena akan membuat kita menjadi malas, atau usahakan melewati medan yang menanjak pada waktu malam dan sebagainya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MATERI ORGANISASI PECINTA ALAM

Kode Etik Pecinta Alam Indonesia & Etika Lingkungan Hidup Universal